Final Fantasy 7 Cloud Strife

Budaya adat jailolo

Menikmati Jailolo lewat berbagai sajian kuliner tradisional. Hati senang, perut pun kenyang!

Sejak resmi menjadi ibukota Kabupaten Halmahera Barat pada tahun 2003, Jailolo kian memancarkan pesonanya. Rangkaian acara Festival Teluk Jailolo 2012 hari ke dua mengeksplorasi kekayaan rempah-empah dan kuliner tradisional yang terlalu sayang untuk dilewatkan.
.
Spice trip
Acara pertama di hari kedua ini adalah Spice Trip, atau perjalanan rempah-rempah. Sejak dahulu, Halmahera tersohor akan kekayaan sumber daya alamnya. Rempah-rempah seperti pala, cengkeh, dan kayu manis menarik perhatian para saudagar dari berbagai negara karena nilai jualnya yang menggoda. Begitu berharganya, rempah-rempah bernilai lebih tinggi dari emas! Tak heran jika pada akhirnya bangsa Portugis menduduki Halmahera. Tujuannya hanya satu: menguasai rempah-rempah.

Kegiatan Memanen cengkeh
Mengusung tema The Amazing of Golden Spices, festival tahun ini seakan ingin kembali ke akar dan tidak melupakan sejarah. Sehingga tak heran jika Spice Trip digadang-gadangkan menjadi salah satu acara unggulan festival ini.

Dipandu oleh M. Aulia Husin, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Halmahera Barat, rombongan wartawan dan wisatawan bertolak menuju perkebunan pala dan cengkeh yang berada di Gunung Jailolo. Sekitar sepertiga bagian gunung ini adalah perkebunan milik warga. Pala dan cengkeh memang menjadi komoditi utama daerah ini. Jalan menuju lokasi hanya muat dua mobil. Medannya pun cukup menantang: aspal tidak mulus, berliku, dan banyak tanjakan terjal. Agak merepotkan bagi yang berkunjung menggunakan sedan atau bis. Lokasi pertama yang kami sambangi adalah perkebunan cengkeh. Usia rata-rata pohon cengkeh yang ada di kawasan ini 30 – 50 tahun. Di Ternate, bahkan ada yang berusia hingga 400 tahun!

Tak banyak tahu bahwa indikator tanaman cengkeh adalah petai dan durian. Jika di sebuah lokasi kedua tanaman indikator tersebut dapat tumbuh subur, maka lokasi tersebut juga cocok untuk ditanami cengkeh. “Cengkeh memerlukan lokasi yang memiliki pasokan air yang cukup, baik batas bawah (air tanah) maupun dari  batas atas (curah hujan).

Cengkeh lebih banyak digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Selain untuk rokok, industri farmasi dan kosmetik juga merasakan manfaat tanaman cengkeh. Harga jual cengkeh cukup menjanjikan, yakni sekitar Rp 85,000 per kilogram di kawasan Halmahera Barat, dan Rp 150,000 per kilogram di kawasan Halmahera Utara.
 Lokasi kedua yang kami sambangi adalah perkebunan pala. Sedikit berbeda dengan cengkeh, pala tidak memiliki tanaman indikator. Hanya saja, sebaiknya pala ditanam di bawah pohon kelapa, sebab pala tidak bisa terpapar sinar matahari langsung. Meski demikian, kualitas pala di Halmahera cenderung lebih baik dibandingkan di daerah Indonesia barat atau tengah, sebab intensitas sinar matahari di Halmahera lebih tinggi. Pala menjadi komoditi ekspor yang menjanjikan, terutama ke daerah Timur Tengah dan Eropa. Selain untuk industri kuliner, biji pala juga umum digunakan sebagai bahan dasar anestesi (obat bius). Salah satu efek yang ditimbulkan pala adalah rasa rileks, dan bahkan mengantuk, jika dikonsumsi pada takaran tertentu.
 Yang menarik dari penjelasan Aulia, tidak ada satupun perusahaan besar yang menguasai perkebunan pala dan cengkeh. Seluruhnya murni milik warga atau perseorangan. Panen dilaksanakan dua kali: tahunan dan setiap empat tahun sekali (panen raya). Pak Budi, supir yang setia menemani kami selama di Jailolo mengatakan bahwa ia sendiri memiliki 20 pohon cengkeh. Ia juga bercerita bahwa pada saat panen raya, warga sulit mencari tenaga bantuan sebab masing-masing sibuk memanen pohonnya sendiri. “Itu sebabnya setiap rumah punya 2 – 3 sepeda motor,” ujarnya menambahkan.
.
Sambutan Budaya Desa Akelamo
Setelah puas berkeliling perkebunan, perjalanan kami berlanjut ke Desa Akelamo. Di sini kami disambut dengan meriah oleh warga setempat. Tetabuhan perkusi tradisional terdengar bertalu-talu.


Empat orang penari mulai bergerak dengan dinamis. Mereka membawakan Tari Legu-legu, yang diiringi musik tradisional khas Halmahera Barat. Kostum berwarna kuning yang mereka pakai, melambai gemulai seiring tubuh bergerak. Semakin meriah dengan tambahan properti berupa payung hias. Tari Legu-legu adalah sebuah tarian klasik bersifat ritual, yang biasa dipertunjukkan saat ada acara khusus.


Sambutan tak berhenti sampai di situ. Di sisi lain, para musisi Yanger memainkan lagu tradisional yang tak kalah menarik. Perpaduan suara yang dihasilkan oleh ukulele, bas betot, seruling, dan perkusi turut memeriahkan suasana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar